Kamis, 11 Juni 2015

KONSEP GEOGRAFI

A.    Konsep Geografi
             Berbagai fenomena dan gejala alam dapat kita saksikan di lingkungan sekitar. Fenomena dan gejala itu sering membangkitkan keingintahuan dan membuat kita bertanya-tanya. Misalnya, bagaimana (how) pegunungan terbentuk? Di mana (where) gempa bumi sering terjadi? Mengapa (why) permukiman padat berkembang di dataran rendah? Kapan (when) berlangsung musim kemarau? Apa (what) yang menyebabkan banjir bandang?
             Konsep dasar geografi merupakan unsur penting dalam memahami fenomena atau kejadian geografi. Penjabaran konsep geografi selalu berkaitan dengan penyebaran, relasi, fungsi, bentul, dan proses yang terjadi. Konsep dasar geografi terdiri atas sepuluh konsep sebagai berikut :
1.      Konsep Lokasi
       Konsep lokasi menujukkan lokasi atau letak suatu tempat di permukaan bumu. Konsep lokasi dibedakan menjadi dua, yaitu lokasi absolut dan lokasi relatif.
a.    Lokasi absolut adalah lokasi yang ditentukan berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Lokasi absolut bersifat tetap. Contoh: Indonesia terletak di 95o BT-141o BT dan 6o LU-11o LS
b.   Lokasi relatif adalah lokasi yang berkaitan dengan keadaan sekitarnya. Lokasi relatif sifatnya berubah-ubah. Contoh: Gunung anak Krakatau terletak di Selat Sunda dan juga terletak di Provinsi Lampung.
2.      Konsep Jarak
        Konsep jarak menunjukkan adanya jarak antara suatu wilayah dengan wilayah lain. Konsep jarak mempunyai arti penting dalam kehidupan sosial, ekonomi, ataupun pertahanan. Makin jauh jarak dua wilayah, makin kecil interaksi kedua wilayah. Jarak dibedakan menjadi jarak absolut/mutlak dan jarak relatif. Jarak absolut/mutlak diukur dengan satuan panjang. Jarak relatif diukur dengan satuan waktu.
3.      Konsep Keterjangkauan (Accessibility)
         Konsep keterjangkauan menunjukkan mudah tidaknya suatu tempat dapat dijangkau penduduk dengan memanfaatkan sarana transportasi yang ada di suatu daerah. Keterjangkauan tidak hanya dipengaruhi jarak, tetapi juga medan. Semakin besar gangguan medan, keterjangkauannya semakin kecil. Contoh: jakarta ke Cerebon (Jawa Barat) lebih mudah dijangkau dibandingkan dengan Jakarta ke Pulau Kelapa ( di Kepulauan Seribu, Jakarta).
4.      Konsep Pola
    Konsep pola berkaitan dengan susunan, bentuk, atau persebaran fenomena di permukaan bumi. Kenampakan alam di permukaan bumi memiliki pola tertentu seperti pola aliran sungai, pola permukiman, dan pola patahan lapisan batuan. Contoh: pola permukiman memnajang terbentuk di tepi pantai.
5.      Konsep Morfologi
    Konsep Morfologi berkaitan dengan pembentukan morfologi permukaan bumi. Permukaan bumi memiliki morfologi yang berbeda-beda. Morfologi menujukkan bentuk permukaan bumi sepetri dataran rendah, dataran tinggi, dan pegunungan sebagai hasil tenaga eksogen dan endogen. Contoh: Dataran tinggi Dieng di Jawa Tengah dan Danau Toba di Sumatera Utara.
6.      Konsep Aglomerasi
       Konsep aglomerasi menjelaskan alasan pengelompokkan suatu fenomnea geografi. Pengelompokkan didasarkan pada berbagai hal, misalnya jarak, efisiensi, dan faktor lingkungan, yang lebih memberi dampak positif. Pengelompokkan fenomena geografi yang sering dijumpai adalah pengelompokkan penduduk (misalnya penduduk yang berasal dari daerah sama), permukiman (misalnya permukiman elit/mewah di kota), dan pengelompokkan industri (misalnya pengelompokkan industri di kawasan industri Batam).
7.      Konsep Nilai Kegunaan
    Konsep nilai kegunaan berkaitan dengan nilai guna suatu daerah. Tiap daerah mempunyai potensi yang bisa dikembangkan sehingga bernilai guna. Nilai kegunaan suatu daerah berpengaruh terhadap perkaembangannya. Contoh: pantai berpasir putih berpotensi untuk daerah wisata.
8.      Konsep Interaksi dan Interdependensi
      Konsep interaksi dan interdependensi menujukkan keterkaitan dan ketergantungan suatu daerah dengan daerah lain. Suatu daerah berinteraksi dengan daerah lain guna memenuhi kebutuhan penduduknya karena tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi dari daerahnya sendiri. Contoh: interaksi antara kota dan desa.
9.      Konsep Diferensiasi Areal
      Konsep diferensiasi areal menunjukkan bahwa suatu tempat memiliki perbedaan dengan tempat yang lain atau suatu daerah memilik kekhasan. Perbedaan dapat terjadi dalam hal misalnya bentang alam, penduduk, perekonomian dan perkembangan wilayh. Contoh: di daerah pantai penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan dan di daerah pegunungan penduduk bermata pencaharian sebagai pekebun,
10.  Konsep Keterkaitan Keruangan
       Konsep keterkaitan keruangan menunjukkan derajat keterkaitan antarwilayah, baik keterkaitan unsur alam atau sosial. Perbedaan potensi wilayah mendorong terjadinya interaksi antawilayah berupa pertukaran barang, manusia, ataupun budaya. Contoh: kota Jakarta didukung daerah sekitarnya yang memasok tenaga kerja.

PETIR DAN PROSES TERJADINYA

Petir atau halilintar adalah gejala alam yang biasanya muncul pada musim hujan di mana di langit muncul kilatan cahaya sesaat yang menyilaukan biasanya disebut kilat, yang beberapa saat kemudian disusul dengan suara menggelegar sering disebut Guruh. Perbedaan waktu kemunculan ini disebabkan adanya perbedaan antara kecepatan suara dan kecepatan cahaya.
Biasanya petir disertai dengan suara gemuruh yang biasa disebut guruh atau biasanya dibilang geledek, suara yang kencang itu terjadi karena saat udara dilewati petir, terjadi pemanasan dan pemuaian udara dengan sangat cepat sehingga udara menjadi plasma dan meledak menghasilkan suara yang menggelegar.Sebenarnya proses terbentuknya suara ini terjadi bersamaan dengan saat terjadi petir, namun biasanya guruh baru terdengar setelah petir terlihat. Keterlambatan suara guruh itu terjadi karena perbedaan antara kecepatan cahaya ( 3x100000000m/s) dan kecepatan bunyi di udara ( 340 m/s ).
Petir merupakan gejala alam yang bisa kita analogikan dengan sebuah kapasitor raksasa, dimana lempeng pertama adalah awan (bisa lempeng negatif atau lempeng positif) dan lempeng kedua adalah bumi (dianggap netral). Seperti yang sudah diketahui kapasitor adalah sebuah komponen pasif pada rangkaian listrik yang bisa menyimpan energi sesaat (energy storage). Petir juga dapat terjadi dari awan ke awan (intercloud), dimana salah satu awan bermuatan negatif dan awan lainnya bermuatan positif.

Petir terjadi akibat perpindahan muatan negatif menuju ke muatan positif. Menurut batasan fisika, petir adalah lompatan bunga api raksasa antara dua massa dengan medan listrik berbeda. Prinsip dasarnya kira-kira sama dengan lompatan api pada busi.
Petir adalah hasil pelepasan muatan listrik di awan. Energi dari pelepasan itu begitu besarnya sehingga menimbulkan rentetan cahaya, panas, dan bunyi yang sangat kuat yaitu geluduk, guntur, atau halilintar. Geluduk, guntur, atau halilintar ini dapat menghancurkan bangunan, membunuh manusia, dan memusnahkan pohon. Sedemikian raksasanya sampai-sampai ketika petir itu melesat, tubuh awan akan terang dibuatnya, sebagai akibat udara yang terbelah, sambarannya yang rata-rata memiliki kecepatan 150.000 km/detik itu juga akan menimbulkan bunyi yang menggelegar.

Petir datang ketika langit tiba-tiba menjadi gelap disertai angin yang datangnya begitu cepat dan awan yang menjulang tinggi menyerupai bunga kol yang berwarna keabu abuan dan awan mulai terasa pengap.

Petir terjadi karena ada perbedaan potensial antara awan dan bumi atau dengan awan lainnya. Proses terjadinya muatan pada awan karena dia bergerak terus menerus secara teratur, dan selama pergerakannya dia akan berinteraksi dengan awan lainnya sehingga muatan negatif akan berkumpul pada salah satu sisi (atas atau bawah), sedangkan muatan positif berkumpul pada sisi sebaliknya. Jika perbedaan potensial antara awan dan bumi cukup besar, maka akan terjadi pembuangan muatan negatif (elektron) dari awan ke bumi atau sebaliknya untuk mencapai kesetimbangan. Pada proses pembuangan muatan ini, media yang dilalui elektron adalah udara. Pada saat elektron mampu menembus ambang batas isolasi udara inilah terjadi ledakan suara.
PROSES TERJADINYA PETIR DI SEBABKAN OLEH 2 PROSES, YAITU:
a. Proses Ionisasi
 ligthning bolt -cloud to ground

b. Gerakan Antara Awan
clip_image0023
Dalam proses ini terlahir elektron-elektron bebas yang memenuhi permukaan awan. Contoh proses ini adalah sebuah penggaris plastik yang digosokkan pada rambut maka penggaris akan mampu mengangkat kertas. Pada saat awan berkumpul disuatu kawasan maka kemungkinan akan terjadi petir. Dikarenakan elektron-elektron bebas saling menguatkan satu sama lain.

MENGAPA PETIR SERING TERJADI SAAT HUJAN ATAU KETIKA AKAN TURUN HUJAN?
Karena pada keadaan tersebut udara mengandung kadar air yang lebih tinggi sehingga daya isolasinya turun dan arus lebih mudah mengalir. Karena ada awan bermuatan negatif dan awan bermuatan positif, maka petir juga bisa terjadi antar awan yang berbeda muatan.
TIPE-TIPE PETIR
1. Petir dari awan ke tanah (CG) 




petir4
Petir ini tergolong berbahaya dan paling merusak, berasal darimuatan yang lebih rendah lalu mengalirkan muatan negatif ketanah. Terkadang petir jenis ini mengandung muatan positif (+)terutama pada musim dingin.

2.Petir dalam awan (IC)
petir2 
Merupakan tipe yang paling sering terjadi antara pusat muatan yang berlawanan pada awan yang sama. 

3. Petir antar awan (CC)

petir1
Petir ini terjadi antara pusat muatan dari dua awan yang berbeda. Pelepasan muatannya sendiri terjadi saat uadara cerah antara awan tersebut..

4. Petir awan ke udara (CA )
https://ferarita.files.wordpress.com/2012/10/petir3.jpg?w=645 
Petir ini terjadi jika udara di sekitaran awan yang bermuatan positif (+) berinteraksi dengan udara yang bermuatan negatif  (-). Jika ini terjadi pada awan bagian bawah maka merupakan kombinasi dengan petir tipe CG.

MANFAAT PETIR
Petir dianggap berbahaya karena memiliki daya hancur yang luar biasa, tetapi ternyata selain membuat kerusakan di permukaan bumi, juga mempunyai manfaat yang sangat besar. Diantara manfaat petir adalah :
1.    Manfaat Petir untuk Memproduksi Ozon (O3)
Hubunganya petir dengan lapisan ozon adalah bahwa lapisan ozon berperan membentuk lapisan ozon. Lapisan ozon merupakan senyawa O3. Petir berperan memicu terjadinya reaksi kimia dari O2 atau oksigen menjadi O3. Sederhanya tiga senyawa O2 akan pecah menjadi enam senyawa O dan akhirnya terbentuk 2 senyawa O3. Proses tersebut tidak akan terjadi tanpa bantuan dari petir.
2. Manfaat Petir untuk Kesuburan Tanah
Manfaat lain petir adalah bagi kesuburan tanah. Saat petir menyambar tidak hanya terjadi pembentukan lapisan ozon saja, tapi banyak terjadi reaksi-reaksi kimia lain antara udara dengan air hujan yang sedang turun. Misalnya nitrogen dengan air sehingga saat air sampai di bumi menjadikan tanah lebih subur karena mendapat pasokan nitrogen lebih banyak berupa unsur Hara. Proses yang terjadi di alam raya ini ibarat sebuah pabrik pupuk urea yang menghasilkan pupuk urea berkadar Nitrogen tinggi. Sebagaimana diketahui, bahwa para petani menggunakan pupuk urea untuk membantu proses penyuburan tanah.
3. Petir bermanfaat untuk Membunuh Kuman dan Bakteri
Pada kondisi akan turun hujan, dimana awan melingkupi permukaan bumi, maka di permukaan akan terasa panas. Kondisi ini cenderung menjadi semakin lembab, dengan meningkatnya kandungan uap air di udara. Kondisi seperti ini sangat potensial untuk tumbuh berkembangnya bakteri-bakteri juga kuman-kuman yang beterbangan di udara. Maka ketika terjadi Kilat dan sambaran petir di udara, akan membunuh kuman-kuman dan bakteri ini. Hal ini karena kilat dan sambaran petir merupakan aliran muatan listrik. Pada saat muatan listrik ini mengalir melesat di udara akan memanaskan udara disekitarnya. Oleh karena itu, saat terjadi hujan disertai dengan kilat dan petir yang menggelegar, juga sedang terjadi proses pembersihan udara dari kandungan kuman dan bakteri yang melayang, disebabkan oleh plasma petir yang sangat tinggi. Setelah hujan reda, petir sudah selesai, maka udara akan terasa nyaman.
CARA MENGHINDARI BAHAYA PETIR
•    Apabila sebuah bangunan yang tinggi dengan penangkal petir maka jika ada petir akan menyambar penangkal kemudian di salurkan melalui kawat besar yang terbuat dari tembaga atau kuningan menuju ke tanah.
•    Apabila terjadi hujan dan petir lebih baik kita menghindari tempat terbuka
•    Untuk menghindari dari kerusakan alat listrik di rumah apabila terjadi hujan dan petir adalah mematikan listrik, mencabut saluran antene di televisi, dan mencabut kabel telepon.

Selasa, 09 Juni 2015

Pola Aliran Sungai

Dengan berjalannya waktu, suatu sistem jaringan sungai akan membentuk pola pengaliran tertentu di antara saluran utama dengan cabang-cabangnya dan pembentukan pola pengaliran ini sangat ditentukan oleh faktor geologinya. Pola pengaliran sungai dapat diklasifikasikan atas dasar bentuk dan teksturnya. Bentuk atau pola berkembang dalam merespon terhadap topografi dan struktur geologi bawah permukaannya. Saluran-saluran sungai berkembang ketika air permukaan (surface runoff) meningkat dan batuan dasarnya kurang resisten terhadap erosi.
Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabangnya di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya perbedaan pola pengaliran sungai di satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat ditentukan oleh perbedaan kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola pengaliran yang umum dikenal adalah sebagai berikut :
  
1.  Pola Aliran Dendritik
 
Pola aliran dendritik adalah pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon. Pada umumnya pola aliran sungai dendritik dikontrol oleh litologi batuan yang homogen. Pola aliran dendritik dapat memiliki tekstur/kerapatan sungai yang dikontrol oleh jenis batuannya. Sebagai contoh sungai yang mengalir diatas batuan yang tidak/kurang resisten terhadap erosi akan membentuk tekstur sungai yang halus (rapat) sedangkan pada batuan yang resisten (seperti granit) akan membentuk tekstur kasar (renggang). Tekstur sungai didefinisikan sebagai panjang sungai per satuan luas. Mengapa demikian ? Hal ini dapat dijelaskan bahwa resistensi batuan terhadap erosi sangat berpengaruh pada proses pembentukan alur-alur sungai, batuan yang tidak resisten cenderung akan lebih mudah dierosi membentuk alur-alur sungai. Jadi suatu sistem pengaliran sungai yang mengalir pada batuan yang tidak resisten akan membentuk pola jaringan sungai yang rapat (tekstur halus), sedangkan sebaliknya pada batuan yang resisten akan membentuk tekstur kasar.

2.  Pola Aliran Radial 

Pola aliran radial adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu, seperti puncak gunungapi atau bukir intrusi. Pola aliran radial juga dijumpai pada bentuk-bentuk bentangalam kubah (domes) dan laccolith. Pada bentang alam ini pola aliran sungainya kemungkinan akan merupakan kombinasi dari pola radial dan annular. 
3.  Pola Aliran Rectangular 


Pola rectangular umumnya berkembang pada batuan yang resistensi terhadap erosinya mendekati seragam, namun dikontrol oleh kekar yang mempunyai dua arah dengan sudut saling tegak lurus. Kekar pada umumnya kurang resisten terhadap erosi sehingga memungkinkan air mengalir dan berkembang melalui kekar-kekar membentuk suatu pola pengaliran dengan saluran salurannya lurus-lurus mengikuti sistem kekar. Pola aliran rectangular dijumpai di daerah yang wilayahnya terpatahkan. Sungai-sungainya mengikuti jalur yang kurang resisten dan terkonsentrasi di tempat tempat dimana singkapan batuannya lunak. Cabang-cabang sungainya membentuk sudut tumpul dengan sungai utamanya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola aliran rectangular adalah pola aliran sungai yang dikendalikan oleh struktur geologi, seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan). Sungai rectangular dicirikan oleh saluran-saluran air yang mengikuti pola dari struktur kekar dan patahan.

4.  Pola Aliran Trellis 

Geometri dari pola aliran trellis adalah pola aliran yang menyerupai bentuk pagar yang umum dijumpai di perkebunan anggur. Pola aliran trellis dicirikan oleh sungai yang mengalir lurus di sepanjang lembah dengan cabang-cabangnya berasal dari lereng yang curam dari kedua sisinya. Sungai utama dengan cabang-cabangnya membentuk sudut tegak lurus sehingga menyerupai bentuk pagar. Pola aliran trellis adalah pola aliran sungai yang berbentuk pagar (trellis) dan dikontrol oleh struktur geologi berupa perlipatan sinklin dan antilin. Sungai trellis dicirikan oleh saluran-saluran air yang berpola sejajar, mengalir searah kemiringan lereng dan tegak lurus dengan saluran utamanya. Saluran utama berarah searah dengan sumbu lipatan.


5.  Pola Aliran Sentripetal  
 
Pola aliran sentripetal merupakan ola aliran yang berlawanan dengan pola radial, di mana aliran sungainya mengalir ke satu tempat yang berupa cekungan (depresi). Pola aliran sentripetal merupakan pola aliran yang umum dijumpai di bagian barat dan barat laut Amerika, mengingat sungai-sungai yang ada mengalir ke suatu cekungan, di mana pada musim basah cekungan menjadi danau dan mengering ketika musin kering. Dataran garam terbentuk ketika air danau mengering.

6.  Pola Aliran Annular 
 
Pola aliran annular adalah pola aliran sungai yang arah alirannya menyebar secara radial dari suatu titik ketinggian tertentu dan ke arah hilir aliran kembali bersatu. Pola aliran annular biasanya dijumpai pada morfologi kubah atau intrusi loccolith.

7.  Pola Aliran Paralel (Pola Aliran Sejajar)  
 
Sistem pengaliran paralel adalah suatu sistem aliran yang terbentuk oleh lereng yang curam/terjal. Dikarenakan morfologi lereng yang terjal maka bentuk aliran-aliran sungainya akan berbentuk lurus-lurus mengikuti arah lereng dengan cabang-cabang sungainya yang sangat sedikit. Pola aliran paralel terbentuk pada morfologi lereng dengan kemiringan lereng yang seragam. Pola aliran paralel kadangkala mengindikasikan adanya suatu patahan besar yang memotong daerah yang batuan dasarnya terlipat dan kemiringan yang curam. Semua bentuk dari transisi dapat terjadi antara pola aliran trellis, dendritik, dan paralel.

Sabtu, 06 Juni 2015

MAKALAH GEOGRAFI POLITIK "OTONOMI DAERAH"

BAB I
PENDAHULUAN

A.       LATAR BELAKANG

Negara Indonesia adalah negara yang menganut bentuk Negara Kesatuan (unitary) namun hal ini akan berbeda ketika kita lihat dalam sistem pemerintahan daerah dalam negara Indonesia telah mengadopsi prinsip-prinsip federalisme seperti otonomi daerah. Hal ini dapat dilihat utamanya sesudah reformasi. Bentuk otonomi daerah sebenarnya lebih mirip sistem dalam negara Federal, dimana pada umumnya dipahami bahwa dalam sistem federalisme, konsep kekuasaan asli atau kekuasaan sisa (residual power) berada di daerah atau bagian, sedangkan dalam sistem negara kesatuan (unitary), kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat sehingga terdapat pengalihan kekuasaan pemerintah dari pusat ke daerah padahal dalam negara kesatuan idealnya semua kebijakan terdapat ditangan pemerintahan.
Dari hal tersebut utamanya setelah reformasi dan awal dibentuknya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 bahkan sampai munculnya Undang-Undang No. 32 tahun 2004 memunculkan banyak asumsi oleh beberapa kalangan bahwa otonomi daerah dirasa sangat “rawan” untuk diterapkan dimana celah untuk munculnya raja-raja baru yang korup di daerah akan semakin luas bahkan kemungkinan munculnya disintegrasi akan semakin luas. Banyak pihak-pihak yang berkepentingan untuk mendapatkan keuntungan di daerah semakin besar sehingga sangat mungkin untuk lahirnya praktik-pratik korupsi ataupun penyelewengan terhadap wewenang di daerah tanpa adanya pengawasan dari pusat karena rumah tangga daerah telah diatur secara otonom oleh daerah.
            Namun sebenarnya asumsi tersebut sungguh telah gugur untuk dipermasalahkan karena walaupun dalam negara Indonesia, jika dilihat dari bentuknya yang menganut negara kesatuan mengindikasikan bahwa kekuasaan asli atau kekuasaan sisa itu berada di pusat (sentralistik), namun pada taraf berjalannya pemerintahan diperlukan sebuah sistem yang dapat mengakomodir pemerintahan di daerah yang mengatur hubungan antara pemerintah pusat dengan daerah dan azas yang paling tepat dan memang telah berkembang di Indonesia sampai saat ini adalah desentralisasi yang di artikan dalam bahasa lain yaitu “otonomi daerah”, dan azas-azas lain yang mendukung seperti dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Selain itu pada hakikatnya kecenderungan bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan pada saat awal berdirinya negara Indonesia adalah didorong oleh kekhawatiran politik pecah belah yang selalu dipergunakan oleh kolonial Belanda untuk memecah belah negara Indonesia.
            Kebijakan otonomi daerah, telah diletakkan dasar-dasarnya sejak jauh sebelum terjadinya krisis nasional yang diikuti dengan gelombang reformasi besar-besaran di tanah air. Namun, perumusan kebijakan otonomi daerah itu masih bersifat setengah-setengah dan dilakukan tahap demi tahap yang sangat lamban. Setelah terjadinya reformasi yang disertai pula oleh gelombang tuntutan ketidakpuasan masyarakat di berbagai daerah mengenai pola hubungan antara pusat dan daerah yang dirasakan tidak adil, maka tidak ada jalan lian bagi kita kecuali mempercepat pelaksanaan kebijakan otonomi daerah itu, dan bahkan dengan skala yang sangat luas yang diletakkan diatas landasan konstitusional dan operasional yang lebih radikal.

B.       TUJUAN POKOK

1.      Untuk menjelaskan pengertian otonomi daerah
2.      Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
3.      Untuk mengetahui tujuan pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
4.      Untuk mengetahui dampak pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia

C.       RUANG LINGKUP

1.      Pengertian otonomi daerah
2.      Hakikat otonomi daerah
3.      Prinsip otonomi daerah
4.      Dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah
5.      Tujuan pelaksanaan otonomi daerah
6.      Dampak pelaksanaan otonomi daerah






BAB II
OTONOMI DAERAH

A.            PENGERTIAN OTONOMI DAERAH

Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Otonomi daerah dengan sistem desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka negara kesatuan. Desentralisasi mengandung segi positif dalam penyelenggaraan pemerintahan baik dari sudaut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah dengan sistem dekonsentrasi adalah peimpahan wewenang dari pemerintahan kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah dalam kerangka negara kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.

B.             HAKIKAT OTONOMI DAERAH

Pelaksanaan otonomi daerah pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan pembangunan sesuai dengan kehendak dan kepentingan masyarakat. Berkaiatan dengan hakekat otonomi daerah tersebut yang berkenaan dengan pelimpahan wewenang pengambilan keputusan kebijakan, pengelolaan dana publik dan pengaturan kegiatan dalam penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan masyarakat maka peranan data keuangan daerah sangat dibututuhkan untuk mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan daerah serta jenis dan besar belanja yang harus dikeluarkan agar perencanaan keuangan dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien. Data keuangan daerah yang memberikan gambaran statistik perkembangan anggaran dan realisasi, baik penerimaan maupun pengeluaran dan analisa terhadapnya merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah untuk meliahat kemampuan/ kemandirian daerah (Yuliati, 2001:22)

C.            PRINSIP OTONOMI DAERAH

Menurut penjelasan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, prinsip penyelenggaraan otonomi daerah adalah : penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan pada daerah dan daerah kota, sedangkan otonomi provinsi adalah otonomi yang terbatas. Pelaksanaan otonomi harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah kabupaten dan derah kota tidak lagi wilayah administrasi. Demikian pula di kawasan-kawasan khusus yang dibina oleh pemerintah. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi badan legislatif daerah baik sebagai fungsi legislatif, fungsi pengawasan, mempunyai fungsi anggaran atas penyelenggaraan otonomi daerah. Pelaksanaan dekonsentrasi diletakkan pada daerah propinsi dalam kedudukan sebagai wilayah administrasi untuk melaksanakan kewenangan pemerintah tertentu dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan tidak hanya di pemerintah daerah dan daerah kepada desa yang disertai pembiayaan, sarana dan pra sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan mempertanggung jawabkan kepada yang menugaskan.
Meskipun UUD 1945 yang menjadi acuan konstitusi telah menetapkan konsep dasar tentang kebijakan otonomi kepada daerah-daerah, tetapi dalam perkembangan sejarahnya ide otonomi daerah itu mengalami berbagai perubahan bentuk kebijakan yang disebabkan oleh kuatnya tarik-menarik kalangan elit politik pada masanya. Apabila perkembangan otonomi daerah dianalisis sejak tahun 1945, akan terlihat bahwa perubahan-perubahan konsepsi otonomi banyak ditentukan oleh para elit politik yang berkuasa pada saat it. Hal itu terlihat jelas dalam aturan-aturan mengenai pemerintahan daerah sebagaimana yang terdapat dalam UU berikut ini: 
1.      UU No. 1 tahun 1945Kebijakan Otonomi daerah pada masa ini lebih menitikberatkan pada dekonsentrasi. Kepala daerah hanyalah kepanjangan tangan pemerintahan pusat. 
2.      UU No. 22 tahun 1948Mulai tahun ini Kebijakan otonomi daerah lebih menitikberatkan pada desentralisasi. Tetapi masih ada dualisme peran di kepala daerah, di satu sisi ia punya peran besar untuk daerah, tapi juga masih menjadi alat pemerintah pusat. 
3.      UU No. 1 tahun 1957Kebijakan otonomi daerah pada masa ini masih bersifat dualisme, di mana kepala daerah bertanggung jawab penuh pada DPRD, tetapi juga masih alat pemerintah pusat. 
4.      Penetapan Presiden No.6 tahun 1959Pada masa ini kebijakan otonomi daerah lebih menekankan dekonsentrasi. Melalui penpres ini kepala daerah diangkat oleh pemerintah pusat terutama dari kalangan pamong praja.
5.      UU No. 8 tahun 1965Pada masa ini kebijakan otonomi daerah menitikberatkan pada desentralisasi dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya bagi daerah, sedangkan dekonsentrasi diterapkan hanya sebagai pelengkap saja 
6.      UU No. 5 tahun 1974 Setelah terjadinya G.30.S PKI pada dasarnya telah terjadi kevakuman dalam pengaturan penyelenggaraan pemerintahan di daerah sampai dengan dikeluarkanya UU NO. 5 tahun 1974 yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Sejalan dengan kebijakan ekonomi pada awal Ode Baru, maka pada masa berlakunya UU No. 5 tahun 1974 pembangunan menjadi isu sentral dibanding dengan politik. Pada penerapanya, terasa seolah-olah telah terjadi proses depolitisasi peran pemerintah daerah dan menggantikannya dengan peran pembangunan yang menjadi isu nasional. 
7.      UU No. 22 tahun 1999 Pada masa ini terjadi lagi perubahan yang menjadikan pemerintah daerah sebagai titik sentral dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dengan mengedapankan otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.





D.            DASAR HUKUM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA

Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni : 
1.       Undang-undang Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. 
2.       Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
3.       Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. 
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal. 
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut : 
1.       Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
2.       Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. 
3.       Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus. 
4.       Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota. 

E.             TUJUAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH­­

Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, nyaitu:
a.       Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
b.      Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
c.       Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

F.             DAMPAK PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH

a.       Dampak Positif
Dampak positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun program promosikebudayaan dan juga pariwisata.


b.      Dampak Negatif
Dampak negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya, atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan pemeritah pusat tidak begitu berarti.

Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi dengan APBD :
1) Korupsi Pengadaan Barang Modus :
    a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
    b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2) Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah)
     Modus :a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi. b. Menjual inventaris kantor      
     untuk kepentingan pribadi.
3) Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan    
    sebagainya.
    Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4) Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
     Modus : a. Pemotongan dana bantuan sosial b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5) Bantuan fiktif
     Modus : Membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.

BAB III
PENUTUP

A.            KESIMPULAN

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga sekarang system pemerintahan daerah yang berlaku di Negara RI mengalami beberapa kali perubahan karena Undang-Undang yang mengaturnya itu berbeda-beda dan bersumber pada Undang-Undang Dasar tidak menganut azas yang sama. Selain itu juga sistem pemerintahan daerah sebelum proklamasi kemerdekaan sudah dikenal orang pada zaman penjajahan Hindia-Belanda dan Jepang.
Arti penting Otonomi Daerah-Desentralisasi:
a.       Untuk terciptanya efisiensi-efektifitas penyelenggraan pemerinntahan;
b.      Sebagai sarana pendidikan politik;
c.       Pemerintahan daerah sebagai persiapan untuk karir politik lanjutan;
·         Stabilitas politik;
·         Kesetaraan politik;
·         Akuntabilitas publik.













DAFTAR PUSTAKA