BAB
I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Tujuan dasar perencanaan daerah yaitu memanfaatkan
ruang daerah secara optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung
alam akan tinggal “wacana” saja jika pembangunan tidak dikendalikan secara baik
dan benar, terlebih lagi di daerah perkotaan. Kota akan dipadati oleh
bangunan-bangunan komersial, komplek-komplek perumahan baru, rumah toko (ruko),
rumah kantor (rukan), dsb. Semua itu sebagai pengejawantahan modernisasi dan
tingginya tingkat pemenuhan kebutuhan komersial masyarakat kota. Hal ini dapat berlangsung
terus tanpa tahu atau tidak mau tahu berapa sebenarnya tingkat kebutuhan dan
kemampuan masyarakat untuk mengakses fasilitas-fasilitas tersebut. Hingga tiba
pada satu keadaan dimana kota dipadati oleh bangunan. Hilangnya taman-taman
kota, munculnya permukiman-permukiman liar dan kumuh, banjir, kemacetan
dimana-mana, polusi udara, air, dan tanah. Hal tersebut dapat terjadi karena
kurang terpikirkannya dampak negatif apa yang dapat ditimbulkan oleh keberadaan
bangunan-bangunan yang terus dibiarkan tumbuh tersebut terhadap lingkungan di
sekitarnya, seperti masih cukup tersediakah daerah resapan air dan ruang terbuka
sebagai paru-paru kota? Seberapa besar bangkitan arus lalu lintas yang
ditimbulkan oleh adanya bangunan-bangunan tersebut nantinya?, dan sebagainya.
Permasalahan-permasalahan mendasar kerap juga muncul sebagai akibat
ketidaktahuan atau ketidakperdulian masyarakat terhadap aturan-aturan yang ada.
2.
Rumusan Masalah
·
Pengertian perencanaan kota
·
Teori perencanaan kota
·
Bentuk perencanaan kota
·
Permasalahan dalam perencanaan kota
3.
Tujuan
Tujuan dari
pembuatan makalah ini tidak lain untuk menambah wawasan kita tentang
perencanaan kota dan segala ruang lingkupnya dan agar kita dapat
meaplikasikannya dalam pembangunan kota yang dimasa yang akan datang. Selain
itu juga pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang diberikan
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
perencanaan kota
Perencanaan
atau yang sudah akrab dengan istilah planning adalah satu dari fungsi
management yang sangat penting. Bahkan kegiatan perencanaan ini selalu melekat
pada kegiatan hidup kita sehari-hari, baik disadari maupun tidak. Sebuah
rencana akan sangat mempengaruhi sukses dan tidaknya suatu pekerjaan. Karena itu
pekerjaan yang baik adalah yang direncanakan dan sebaiknya kita melakukan
pekerjaan sesuai dengan yang telah direncanakan.
Perencanaan
merupakan proses yang berisi kegiatan-kegiatan berupa pemikiran, perhitungan,
pemilihan, penentuan dsb. Yang semuanya itu dilakukan dalam rangka tercapainya
tujuan tertentu. Pada hakekatnya perencanaan merupakan proses pengambilan
keputusan atas sejumlah alternative (pilihan) mengenai sasaran dan cara-cara
yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang guna mencapai tujuan yang
dikehendaki serta pemantauan dan penilaiannya atas hasil pelaksanaannya, yang
dilakukan secara sistematis dan dan berkesinambungan.
2.
Teori-teori Perencanaan kota
Menurut
Hudson dalam Tanner (1981) teori perencanaan meliputi, antara lain; sinoptik, inkremental,
transaktif, advokasi, dan radial. Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981)
dengan nama teori SITAR sebagai penggabungan dari taksonomi Hudson.
a.
Teori
Sinoptik
Disebut juga
system planning, rational system approach, rasional comprehensive planning.
Menggunakan model berfikir system dalam perencanaan, sehingga objek perencanaan
dipandang sebagai suatu kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut
visi. Langkah-langkah dalam perencanaan ini meliputi: pengenalan masalah,
mengestimasi ruang lingkup problem, mengklasifikasi kemungkinan penyelesaian,
menginvestigasi problem, memprediksi alternative, mengevaluasi kemajuan atas
penyelesaian spesifik.
b.
Teori
incemental
Didasarkan
pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya. Bersifat desentralisasi dan
tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi perencanaan ini menekankan perencanaan
dalam jangka pendek saja. Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini
adalah si perencana dalam merencanakan objek tertentu selalu mempertimbangkan
faktor-faktor lingkungan.
c.
Teori transactive
Menekankan
pada harkat individu yang menjunjung tinggi kepentingan pribadi dan bersifat
desentralisasi, suatu desentralisasi yang transactive yaitu berkembang dari
individu ke individu secara keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga
menekankan pengembangan individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.
d.
Teori
advocacy
Menekankan
hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan daerah diabaikan. Dasar
perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan secara empiris, tetapi
atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan bernilai (advocacy=
mempertahankan dengan argumentasi).
Kebaikan
teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia meningkatkan
kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan, perlindungan terhadap
minoritas, menekankan hak sama, dan meningkatkan kesejahteraan umum.
Perencanaan yang memakai teori ini tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau
badan pusat.
e.
Teori
radikal
Teori ini
menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi lokal untuk melakukan
perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat dengan cepat mengubah keadaan
lembaga supaya tepat dengan kebutuhan.
Perencanaan
ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum dari individu dan
minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah yang dapat dipandang
perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga mengacu kepada pentingnya kerja
sama antar personalia. Dengan kata lain teori radikal menginginkan agar lembaga
pendidikan dapat mandiri menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah
dapat mandiri menangani pendidikannya.
f.
Teori
SITAR
Merupakan
gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga complementary planning
process. Teori ini menggabungkan kelebihan dari teori diatas sehingga lebih
lengkap. Karena teori ini memperhatikan situasi dan kondisi masyarakat atau
lembaga tempat perencanaan itu akan diaplikasikan, maka teori ini menjadi
SITARS yaitu S terakhir adalah menunjuk huruf awal dari teori situational.
Berarti teori baru ini di samping mengombinasikan teori-teori yang sudah ada
penggabungan itu sendiri ada dasarnya ialah menyesuaikan dengan situasi dan
kondisi lembaga pendidikan dan masyarakat.
3. Bentuk-bentuk
Perencanaan Kota
a.
Perencanaan
Fisik vs Perencanaan Ekonomi
Pada
dasarnya pembedaan ini didasarkan atas isi atau materi dari perencanaan. Perencanaan
Fisik adalah perencanaan untuk mengubah atau memanfaatkan struktur fisik
suatu wilayah misalnya perencanaan tata ruang atau tata guna tanah, perencanaan
jalur transportasi, penyediaan fasilitas umum, dan lain-lain.
Perencanaan
Ekonomi berkenaan dengan perubahan struktur ekonomi suatu
wilayah dan langkah-langkah untuk memperbaiki tingkat kemakmuran suatu wilayah.
Perencanaan
ekonomi lebih didasarkan pada mekanisme pasar ketimbang perencanaan fisik yang
lebih didasarkan atas kelayakan teknis. Perencanaan fisik berfungsi untuk
mewujudkan berbagai sasaran yang ditetapkan dalam perencanaan ekonomi.
b.
Perencanaan
Alokatif vs Perencenaan Inovatif
Pembedaan
ini didasarkan atas perbedaan visi dari perencanaan tersebut. Perencanaan
alokatif berkenaan dengan menyukseskan rencana umum yang telah disusun pada
level yang lebih tinggi atau telah menjadi kesepakatan bersama. Inti
kegiatannya berupa koordinasi dan sinkronisasi agar system kerja untuk mencapai
tujuan itu dapat berjalan secara efektif dan efisien sepanjang waktu.
Dalam Perencanaan
inovatif, para perencana lebih memiliki kebebasan, baik dalam menetpakan
target maupun cara yang ditempuh untuk mencapai target. Artinya mereka dapat
menetapkan prosedur dalam mencapai target dengan menggunakan cara-cara yang
baru.
c.
Perencanaan
bertujuan jamak vs perencanaan bertujuan Tunggal
Pembedaan
ini didasarkan atas luas pandang yang tercakup yaitu antara yang bertujuan
tunggal dan bertujuan jamak.
Perencanaan
bertujuan jamak adalah perencanaan yang memiliki beberapa tujuan
sekaligus. Misalnya rencana pelebaran jalan dan peningkatan kualitas jalan yang
ditujukan memberikan berbagai manfaat sekaligus.
Perencanaan
bertujuan tunggal apabila sasaran yang hendak dicapai adalah sesuatu
yang yang dinyatakan dengan tegas dalam perencanaan itu dan bersifat tunggal.
d.
Perencanaan
Bertujuan Jelas vs perencanaan bertujuan Laten
Pembedaan
didasarkan atas konkret atau tidak konkretnya isi rencana tersebut. Perencanaan
bertujuan jelas yaitu perencanaan yang dengan tegas menyebutkan tujuan dan
sasaran dari perencanaan tersebut, yang sasarannya dapat diukur
keberhasilannya.
Perencanaan
bertujuan laten adalah perencanaan yang tidak menyebutkan sasaran dan
bahkan tujuannya pun kurang jelas sehingga sulit untuk dijabarkan.
e.
Perencanaan
Indikatif vs perencanaan imperative
Pembedaan
ini didasarkan atas ketegasan dari isi perencanaan dan tingkat kewenangan dari
institusi pelaksana.
Perencanaan
indikatif adalah perencanaan di mana tujuan yang hendak dicapai
hanya dinyatakan dalam bentuk indikasi, artinya tidak dipatok dengan tegas.
Tidak diatur bagaimana mencapai tujuan tersebut ataupun langkah-langkah untuk
mencapai tujuan tersebut, yang penting indicator yang dicantumkan dapat
tercapai.
Perencanaan
imperative adalah perencanaan yang mengatur baik sasaran,
prosedur, pelaksana, waktu pelaksanaan, bahan-bahan, serta alat-alat yang dapat
dipakai untuk menjalankan rencana tersebut.
f.
Top Down
vs Bottom Up Planning
Pembedaan
perencanaan jenis ini didasarkan atas kewenangan dari institusiya g terlibat.
Perencanaan model top-down dan bottom-up hanya berlaku apabila terdapat
beberapa tingkat atau lapisan pemerintahan yang masing-masing diberi wewenang
untuk melakukan perencanaan.
Perencanaan
model top-down adalah apabila kewenangan utama dalam perencanaan itu
berada pada institusi yang lebih tinggi di mana institusi perencana pada level
yang lebih rendah harus menerima rencana atau arahan dari institusi yang lebih
tinggi. Rencana dari institusi yang lebih tinggi tersebut harus dijadikan
bagian rencana dari institusi yang lebih rendah.
Perencanaan
model Bottom-up adalah apabila kewenangan utama pada perencanaan itu
berada pada institusi yang lebih rendah, di mana institusi prerencana pada
level yang lebih tinggi harus menerima usulan-usulan yang diajukan oleh
institusi perncana pada tingkat yang lebih rendah.
g.
Vertical
vs Horizontal Planning
Pembedaan
bentuk ini juga didasarkan atas perbedaan kewenangan antarinstitusi walaupun
lebih ditekankan pada perbedaan jalur koordinasi yang diutamakan perencana.
Vertical planning adalah
perencanaan yang lebih mengutamakan koordinasi antarberbagai jenjang pada
sector yang sama. Model ini mengutamakan keberhasilan sektoral, jadi menekankan
pentingnya koordinasi antarberbagai jenjang pada instansi yang sama.
Horizontal
planning menekankan keterkaitan antarberbagai sector sehingga berbagai
sector itu dapat berkembang secara bersinergi. Lebih melihat pentingnya
koordinasi antarberbagai instansi pada level yang sama.
h.
Perencanaan
yang Melibatkan Masyarakat secara langsung vs yang tidak melibatkan masyarakat
secara langsung
Pembedaan juga
didasarkan atas kewenangan yang diberikan kepada institusi perencana yang
seringkali terkait dengan luas bidang yang direncanakan.
Perencanaan
yang melibatkan masyarakat secara langsung adalah
apabila sejak awal masyarakat telah diberitahu dan diajak ikut serta dalam
menyusun rencana tersebut.
Perencanaan
yang tidak melibatkan masyarakat adalah apabila masyarakat tidak
dilibatkan sama sekali dan paling-paling hanya dimintakan persetujuan dari DPRD
untuk persetujuan akhir.
4.
Gambaran Umum Prencanaan Tata Ruang
Kota
Sesuai
dengan keputusan Menteri PU No. 64/KPTS/1986, ada empat tingkatan Rencana Ruang
Kota, yaitu sebagai berikut :
a.
Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan
b.
Rencana umum tata ruang kota
c.
Rencana detail tata ruang kota
d.
Rencana teknik ruang kota
Sesuai dengan keputusan Menteri PU NO. 640/KPTS/1986
BAB III, RUTRK setidak-tidaknya harus berisikan hal-hal sbagai berikut :
a.
Kebijaksanaan pengembangan penduduk
kota
Kebijaksanaan
pengembangan penduduk berkaitan dengan jumlah penduduk dan kepadatan penduduk
pada setiap bagian wi;layah kota.Proyeksi penduduk untuk masing masing bagian
wilayah kota lebih dipengaruhi oleh adanya factor-faktor yang menjadi daya
tarik bagian wilayah kota tersebut. Kebijakan pemerintah kota adalah mengatur
kepadatan penduduk untuk masing masing bagian wilayah kota, baik dengan
mengatur daya tarik suatu bagian wilayah kota maupun dengan mengeluarkan
peraturan. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah adanya perumahan kumuh di
tengah kota dengan kepadatan yang sangat tinggi. Proyeksi penduduk kota harus
diprinci oleh jenis klamin dan menurut kelompok umur, karena hal ini berkaitan
dengan kebutuhan berbagai fasilitas yang terkait dengan jenis klamin dan
kelompok umur.
b.
Rencana struktur/Pemanfaatan Ruang
Kota Rencana
Struktur/pemanfaatan
ruang kota adalah perencanaan bentuk kota dan pnentuan berbagai kawasan di
dalam kota serta hubungan hierarki antara berbagai kawasan tersebut. Dalam
rencana struktur ruang kota setidaknya harus ditetapkan kawasan dari berbagai
kegiatan utama, seperti perdagangan, industry, prkantoran/jasa, fasilitas
social, terminal, dan perumahan.
c.
Rencana struktur pelayanankegiatan
kota
Rencana
struktur pelayanan kgiatan kota mnggambarkan hierarki fungsi kegiatan sejenis
di perkotaan. Berbagai fasilitas yang perlu direncanakan penjenjangnnya
disertai lokasinya, misalnya menyangkut pendidikan, kesehatan, terminal, pasar,
kantor pos, perbankan, dan jasa. Misalnya dalam fasilitas pendidikan trdapat
jenjang seperti TK, SD, SMP, SMA, Akademi, Dan Perguruan Tinggi. Harus dicari perbandingan
tpat tentang jumlah fasilitas antara berbagai jenjang pendidikan dan wilayah
pengaruh dari setiap fasilitas. Dengan demikian dapat diperkirakan, fasilitas
pada jenjang lebih tinggi mana yang akan di gunakan oleh anak didik untuk
melanjutkan setelah menyelesaikan pndidikannya. Dalam menetapkan luas wilayah
pengaruh/daya tariuk dari masing masing fasilitas perlu dicatat adanya sgmntasi
pasar.
d.
Rencana Sistem Transportasi
Rencana
system transportasi menyangkut peerncanaan system pergerakan dan prasarana
penun jang untuk berbagai njenis angkutan yang trdapat di kota , seperti
angkutan jalan raya, angkutan kereta api, angkutan laut, angkutan sungai,
danau, penyeberangan, serta angkutan udara.
e.
Rencana Sistem Jaringan Utilitas
Yang
tercakup dalam perncanaan ini adalah sumber beserta jaringannya untuk air
minum, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, saluran pembuangan air
hujan, saluran p[embuangan aor limbah rumah tangga, dan system pembuangan
sampah. 6. Rencana Kepadatan Bangunan Rencana kepadatan bangunan menggambarkan
persentase lahan yang tertutup bangunan pada suatu lingkungan/bagian kota.
f.
Rencana Ketinggian Bangunan
Ketinggian
Bangunan
perlu diatur karena menyangkut keindahan danm kenyamanan kota. Secara umum
bangunan diperkenankan cukup tinggi dipusat kota dan kurang tinggi apabila
menuju ke pinggiran kota. Hal ini terutama perlu dijaga untuk jalur yang
merupakan alur angin sehingga akan membuat pusat kota tetap mendapat arus angin
sehingga kenymana dipusat kota tetap terpelihara.
g.
Rencana Pengembangan/Pemanfaatan Air
Baku
Rencana
pengembangan/pmanfaatan air baku sangat perlu diperhatikan untuk perkotaan. Hal
ini karena sumber air yang tersedia sangat terbatas sedangkan kebutuhan air diperkotaan
terus meningkat.
h.
Rencana Penanganan Lingkungan Kota
Rencana
Penanganan
lingkungan kota adalah langkah-langkah yang akan ditempuh untuk masing masing
lingkungan/bagian kota baik untuk pengembangan maupun untk mnjaga kenyamanan
lingkungan hidup perkotaan.
i.
Tahapan Pelaksanaan Pembangunan
Tahapan
Pelaksanaan
pembangunan bersangkut paut dngan apa yang direncanakan dapat
terbangun/terealisir untuk masing-masing tahapan. Biasanya setiap tahapan brjangka
waktu lima tahun. Pembangunan itu sendiri ada yang berupa aktivitas masyarakat
dan ada yang merupakan program yang dibiayai dari anggaran pemerintah.
j.
Indikasi Unit Pelayanaan Kota
Unit
pelayanan kota adalah berbagai unit kegiatan yang melayani kepentingan umum,
baik berupa kantor pemerintahan, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan,
pelayanan social kemasyarakatan lainnya atau pemadam kebakaran.
5. Permaslahan Umum
Dalam Perencanaan Kota
a.
Lemahnya penegakan hukum
Pelanggaran-pelanggaran
hukum yang terjadi dapat disebabkan oleh hal-hal seperti tidak jelasnya materi
hukum yang digunakan sebagai titik tolak kegiatan, rendahnya tingkat
kredibilitas aparat penegak hukum dan rendahnya kesadaran hukum. Tiga hal
tersebut mempunyai kaitan yang erat. Hingga saat ini pelanggar tata ruang
sangat jarang mendapat sanksi yang berat. Padahal dampak yang mungkin
ditimbulkan oleh pelanggaran tersebut sudah menyebabkan banyak kerugian bagi
orang lain, contohnya: peningkatan arus lalu lintas yang menyebabkan kemacetan,
pencemaran air, tanah, udara, dan sebagainya.
b.
Perencanaan yang kurang sistematik,
holistic dan kurang partisipasi masyarakat
Perencanaan
yang disusun sebagai dasar pengambilan keputusan pembangunan belum melihat
permasalahan yang ada secara terstruktur dan menyeluruh. Kecenderungan untuk
lebih mementingkan guna dan kurang memperhatikan dampak-dampak yang akan
ditimbulkan dari suatu perencanaan pembangunan berakibat pada seringnya timbul
permasalahan – permasalahan baru. Tidak tepatnya keputusan yang dihasilkan
dapat menyebabkan terakumulasinya dampak pembangunan tersebut.
Disamping
itu, data dan informasi yang digunakan sebagai input utama bagi perencanaan
terkadang kurang akurat, sehingga dalam implementasinya tidak sesuai target
perencanaan. Disamping itu, kurangnya pelibatan masyarakat di dalam proses
penyusunannya memberi dampak pada perencanaan yang kurang mendapat respon positif
dari masyarakat seperti rasa tanggung jawab dan rasa turut memiliki terhadap
apa-apa yang dihasilkan dari pelaksanaan program dan keputusan-keputusan
tersebut.
c.
Perencanaan yang tertinggal oleh laju
pembangunan
Adanya
perencanaan jangka panjang beserta peraturan-peraturan pembangunannya telah
diupayakan sebagai pemandu dan sekaligus bingkai bagi para pelaku pembangunan,
akan tetapi angka pertumbuhan kota melampoi rencana-rencana yang ada.
d.
Perencanaan dan program yang tidak
diimbangi dengan cukupnya pendanaan
Kurangnya
dukungan dana mengakibatkan perencanaan yang sudah disusun tidak sepenuhnya
dapat diimplementasikan, contohnya masih banyak hasil studi mengenai penataan
lingkungan maupun kawasan yang tidak terimplementasi sesuai harapan, dimana salah
satunya disebabkan oleh kurangnya ketersediaan dana.
e.
Lemahnya sistem manajemen
pembangunan
Lemahnya
sistem manajemen dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti: tidak memadainya
pengetahuan dan keahlian sumber daya manusianya, kelengkapan peralatannya,
ketepatan dalam pendistribusian fungsi dan tanggung jawab di dalam organisasi, pembuatan
keputusan, kelengkapan informasi, sistem pengawasan dan sistem koordinasinya.
Di samping itu, kurang adanya transparansi di dalam prosedur, proses dan
pembuatan keputusan juga merupakan salah satu tanda lemahnya sistem manajemen
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Perencanaan
merupakan proses yang berisi kegiatan-kegiatan berupa pemikiran, perhitungan,
pemilihan, penentuan dsb. Menurut Hudson dalam Tanner (1981) teori perencanaan
meliputi, antara lain; sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi, dan radial.
Selanjutnya di kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai
penggabungan dari taksonomi Hudson.
Bentuk-bentuk
perencanaan kota:
·
Perencanaan
Fisik vs Perencanaan Ekonomi
·
Perencanaan
Alokatif vs Perencenaan Inovatif
·
Perencanaan
bertujuan jamak vs perencanaan bertujuan Tunggal
·
Perencanaan
Bertujuan Jelas vs perencanaan bertujuan Laten
·
Perencanaan
Indikatif vs perencanaan imperative
·
Top Down
vs Bottom Up Planning
·
Vertical
vs Horizontal Planning
·
Perencanaan
yang Melibatkan Masyarakat secara langsung vs yang tidak melibatkan masyarakat
secara langsung
Sesuai
dengan keputusan Menteri PU No. 64/KPTS/1986, ada empat tingkatan Rencana Ruang
Kota, yaitu sebagai berikut :
·
Rencana Umum Tata Ruang Perkotaan
·
Rencana umum tata ruang kota
·
Rencana detail tata ruang kota
·
Rencana teknik ruang kota
2.
Saran
Perencanaan
sebagai pedoman dasar pembangunan harus dirancang secara sistematis,
komprehensif, dan melalui suatu proses yang terbuka. Terbuka disini maksudnya
adalah memberi hak dan kewajiban kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam
penataan ruang. Selain itu perlu diberikan bukti-bukti bahwa suara wakil
masyarakat telah dipelajari dan terakomodasi secara proporsional. Disamping
itu, untuk keberhasilan perencanaan dalam pencapaian tujuannya harus pula
dirancang metoda untuk memastikan adanya kepatuhan pada rencana-rencana
tersebut serta harus dibentuk mekanisme pelaksanaan untuk mengkoordinasikan
berbagai aktivitas pembangunan, terutama yang menyangkut sektor kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA
Syahriatarto. Sistem perencanaan kota.
(online) https://syahriartato.wordpress.com/2013/02/19/sistem-perencanaan-kota/.
Diakses: 02 Mei 2015
Laksana Satria Eka Tri. 2012.
Bentuk-Bentuk dan Teori-Teori Perencanaan Kota dan Desa. (online) http://satriagovernmentunhas09.blogspot.com/2012/06/bentuk-bentuk-dan-teori-perencanaan.html. Diakses: 02 Mei 2015
Handayani Teti. 2006. Perencanaan Kota
yang Menyeluruh untuk Masa Depan Kota yang Lebih Baik. (online) http://ejournal.ftunram.ac.id/FullPaper/Teti-Perencanaan%20Kota.pdf.
Diakses : 02 Mei 2015
Setiabudi Agus Eka. Arti dan Ruang
Lingkup Perencanaan Wilayah. (online) http://aguseka1991.blogspot.com/2012/12/arti-dan-ruang-lingkup-perencanaan.html.
Diakses : 02 Mei 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar